Selasa, 04 Mei 2010

Saat teringat masa kecil...



­Masa kecil. Ya, terkadang kita suka senyum-senyum sendiri kalo teringat masa kecil. Melihat bentuk fisik tubuh kita, hingga mendengar cerita-cerita unik dan lucu dari mama dan bude saya. Tak sengaja saya menemukan foto-foto ini di tumpukan album. Sebuah foto yang diambil pada era tahun 1989-an. Sayangnya saya tidak dapat menemukan informasi pada foto ini.

A picture says thousands words. Sepertinya benar pepatah itu. Sebuah kenangan langsung merangsek masuk ketika melihat foto-foto masa kecil saya itu.

Saya pun teringat beberapa cerita yang pernah diceritakan oleh bude saya. Tentu tentang kenakalan dan ulah saya yang kerap kali merepotkan. “Kamu itu dulu kecilnya nakal dan tak bisa diam”, begitu bude saya mengawali cerita suatu saat. “Kamu itu suka tangannya tidak pernah bisa diam dan cerewet.

Pernah suatu ketika, saya bermain dengan anak tetangga. Saat itu ada sebuah batangan kembang api yang baru saja habis digunakan tetapi masih ada sedikit cahaya menjalar dibatangan itu. Dengan rasa ingin tahu saya apakah itu panas, Kemudian saya melemparkan ke arah punggung teman saya sehingga menjadi luka bakar yang sedikit serius.

Kontan saja mama langsung menjewer saya hingga saya menangis. Mama saya pun berjanji akan menanggung biaya pengobatan dia yang saya lakukan tersebut kepada anak tetangga saya itu.

Itu baru salah satu kenakalan. Ada pula cerita lainnya. Ada tetangga, saya menyebutnya Embah Ummi,,, Beliau punya warung kios, letaknya persis berada di samping rumah dan sekarang sudah tidak dibuka lagi dan digusur. Saya suka sekali main di warung Embah Ummi. Selain karena sering dapet jajanan gratisan, saya suka sekali bermain bola di depan warung beliau kemudian saya tidak sadari dengan melempar bola ke arah toples berisi permen dan kue-kue karena saya pikir benda tersebut mirip seperti botol di arena mainan lempar berhadiah yang saya pernah sekali mainkan waktu di dufan. Akhirnya,,Draannnkkkkk…!!!! semua toples itu pecah belah dan setelah itu masalah saya membuat mama makin bertanggung jawab atas kenalakan saya... hiks…hiks… ‘saya pantes harus dihukum aja deh’… dengan kata hatiku sendiri.. hihihi… 

Menginjak besar, saya makin menjadi kenakalannya. Berhubung temen-temen sepermainan saya rata-rata umurnya lebih tua dari saya, saya pun sering dijadikan bulan-bulanan. Sering kali saya ditakut-takuti, diledek dan dipukuli oleh temen-temen saya itu, dan mereka sering sekali tertawa terbahak-bahak kalo melihat saya menangis ketakutan akibat takut oleh keulahan yang mereka bikin. Ulah temen-temen saya tersebut akhirnya membuat saya menjadi “pemberani” karena saya tak mau dijadikan bulan-bulanan. 

Kalo malam tiba, suasana depan gang pasti ramai. Selepas belajar mengaji beramai-ramai di rumah pak haji, biasanya kami semua langsung ngumpul untuk berdiskusi main apa malam itu. Berbagai permainan tradisional pun biasa kami mainkan. Mulai dari petak umpet, lompat karet, gundu, ngerjain orang yang lewat menggunakan benang layangan, hingga bermain katapel.

Apalagi kalo pas bulan purnama tiba. Kami bisa bermain lebih lama. Ditambah saling berbagi cerita-cerita serem di akhir permainan sebelum pulang. Atau kalo tidak, cerita seram bisa diganti dengan bermain tebak-tebakan.

Ah, saya jadi teringat lagu ini:

Potong bebek angsa, masak di kuali


Nona minta dansa, dansa empat kali


Dorong ke kiri, dorong ke kanan
La la la la la ...

Potong bebek angsa, masak di kuali


Nona minta dansa, dansa empat kali


Dorong ke kiri, dorong ke kanan
La la la la la ...

Yang paling menyebalkan adalah, ketika bermain petak umpet, ada peserta yang bukannya ngumpet, tapi malah pulang ke rumah!  La kita orang yang nyari setengah mati, eh yang dicari dengan santainya nongol tanpa rasa bersalah, “eh, sory ya, aku tadi makan dulu..”.  Kampret!!!

Tapi ada aja ide kreatif anak-anak untuk mencari tempat persembunyian. Ada yang sembunyi dengan memanjat pohon, bersembunyi di selokan, hingga pulang ke rumah itu tadi.

Ketika teknologi mulai masuk, saya pun sempet ikut merasakan. Mulai dari ding-dong alias video game yang menggunakan koin seratusan perak gede untuk memainkannya, Nintendo, Sega, dan Play Station keluaran pertama kali.

Kalo dulu saya sering bermain ding-dong di kawasan pasar malabar kira-kira satu kilometer dari rumah, yang kini sudah tinggal puing akibat renovasi dari pemerintah daerah. Saya paling suka genre adventure. Entah kenapa genre tarung-tarungan, pesawat, dan strategi macam tetris, saya kurang begitu suka.

Pas ada yang punya sega pertama kali, kami sering bermain ke tempat dia. Bermain sega yang kala itu masih ngetren-ngetrennya -Super Sonic- dengan cara bergantian.  Lah yang punya Sega saat itu kan hanya orang-orang tertentu. Pokoke kalo hari Sabtu-Minggu, bermain ke tempat teman yang punya Sega adalah wajib!

Kalo bulan Ramadhan tiba, selain rame-rame pergi ke masjid untuk tarawihan atau subuhan, tentu kita orang sudah punya misi terselubung. Yap. Bermain petasan!! Itulah hal yang paling suka pas setelah subuh.

Ah, masa kecil.. Memang menjadi suatu kenangan yang bisa membuat kita berinstropeksi. Menjadi suatu pelajaran yang berharga.

Kalo inget sekarang, rasanya kok hidup makin berat. Makin banyak hal yang datang dan harus dihadapi. Berbagai masalah, tantangan, hambatan selalu datang menghampiri. Rasanya enak sekali kalo kita hidup jadi anak kecil terus, tetapi tentu saja itu tak mungkin!

Masa lalu hanyalah masa lalu. Kita tak bisa hidup di masa lalu. Waktu tak pernah berjalan mundur, sehingga apa pun yang terjadi kita harus selalu menatap ke depan dengan optimis.

Masa lalu ibarat kaca spion. Kita harus sering-sering menengoknya, menjadi referensi ketika kita hendak melaju ke depan atau berbelok. Tetapi tentu kita tidak bisa terus menerus melihat ke kaca spion, bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar